Senin, 09 Januari 2012

Jelaskan perkembngan tv digital dan sebutkan perbedaan tv digital dengan tv analog

Perkembangan TV digital di Indonesia
Industri televisi Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1962 dimulai dengan pengiriman teleks dari Presiden Soekarno yang berada di Wina kepada Menteri Penerangan Maladi pada 2 Oktober 1961. Presiden Soekarno memerintah Maladi untuk segera mempersiapkan proyek televisi. TVRI adalah stasiun televisi pertama yang berdiri di Indonesia. TVRI melakukan siaran percobaan pada 17 Agustus 1962 dengan pemancar cadangan berkekuatan 100 watt. TVRI mengudara untuk pertama kali tanggal 24 Agustus 1962 dalam acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari Stadion Utama Gelora Bung Karno. Sejak saat itu dirintis pembangunan stasiun televisi daerah pada akhir tahun 1964. Kemudian dibentuk stasiun-stasiun produksi keliling (SPK) tahun 1977 sebagai bagian produksi dan merekam paket acara untuk dikirim dan disiarkan melalui stasiun pusat TVRI Jakarta di beberapa ibu kota provinsi. Konsep SPK diadopsi oleh beberapa stasiun televisi swasta berjaringan tahun 1990-an. Televisi swasta menggunakan kanal frekuensi ultra tinggi (UHF) dengan lebar pita untuk satu program siaran sebesar 8 MHz.

perkembangan sinema digital

perkembangan sinema digital

Sebelum kita menjelaskan tentang perkembangan sinema digital tetapi kita harus tau apa itu sinema digital
Sinema digital merujuk pada penggunaan teknologi digital untuk mendistribusikan dan menayangkan gambar bergerak. Sebuah film dapat didistribusikan lewat perangkat keras, piringan optik atau satelit serta ditayangkan menggunakan proyektor digital alih-alih proyektor film konvensional. Sinema digital berbeda dari HDTV atau televisi high definition. Sinema digital tidak bergantung pada penggunaan televisi atau standar HDTV, aspek rasio atau peringkat bingkai. Proyektor digital yang memiliki resolusi 2K mulai disebarkan pada tahun 2005, dan sejak tahun 2006 jangkauannya telah diakselerasi.
sinema digital dapat dibuat dengan media video yang untuk penayangannya dilakukan transfer dari format 35 milimeter (mm) ke format high definition (HD). Proses transfer ke format HD melalui proses cetak yang disebut dengan proses blow up. Setelah menjadi format HD, penayangan film dilakukan dari satu tempat saja, dan dioperasikan ke bioskop lain dengan menggunakan satelit, sehingga tidak perlu dilakukan salinan film. Contohnya, dari satu bioskop di Jakarta, film dapat dioperasikan atau diputar ke bioskop-bioskop di daerah melalui satelit.